Murid Misioner mewartakan Kabar Sukacita
Pada tanggal 24 November 2013, Paus Fransikus Menerbitkan Seruan Apostolik Evangelii Gaudium (Sukacita Injil). Bisa dikatakan bahwa Seruan Apostolik ini berisikan visi Paus Fransikus tentang bagaimana hidup sebagai murid Kristus di zaman sekarang ini.
Latar Belakang Evangelii
Gaudium
Sebagaimana ditegaskan oleh Paus Paulus VI dalam ensikliknya Evangelii Nuntiandi, Gereja menyadari bahwa “Mewartakan Injil merupakan rahmat dan panggilannya yang khas, identitasnya yang terdalam” (bdk. EN 14). Dalam pemahaman itu, di tengah situasi zaman yang baru, Paus Yohanes Paulus II mendorong refleksi dan upaya evangelisasi baru. Melanjutkan karya pendahulunya, Paus Benediktus XVI mengangkat tema “Evangelisasi Baru untuk penerusan iman kristiani” dalam Sinode XIII Para Uskup Sedunia (7-28 Oktober 2012).
“Sinode” berasal dari kata sun-odos dalam bahasa Yunani, yang berarti ‘jalan bersama’ atau ‘perjalanan bersama’. Dalam penggunaannya secara umum, kata “Sinode” berarti “pertemuan”, “sidang majelis” atau “muktamar”. Menurut Kitab Hukum Kanonik, Sinode Keuskupan yang diselenggarakan oleh Uskup setempat ialah “himpunan imam-imam dan orang-orang beriman kristiani yang terpilih dari Gereja partikular, untuk membantu Uskup diosesan demi kesejahteraan seluruh komunitas diosesan” (KHK Kan. 460). Sedangkan Sinode Para Uskup yang diselenggarakan atas undangan Paus ialah “himpunan para Uskup yang dipilih dari pelbagai kawasan dunia yang pada waktu-waktu yang ditetapkan berkumpul untuk membina hubungan erat antara Paus dan para Uskup, dan untuk membantu Paus dengan nasihat-nasihat guna memelihara keutuhan dan perkembangan iman serta moral, guna menjaga dan meneguhkan disiplin gerejawi, dan juga mempertimbangkan masalah-masalah yang menyangkut karya Gereja di dunia” (KHK Kan. 342). Ada beberapa macam Sinode Para Uskup, yaitu Sidang Umum Biasa (yang diadakan tiga tahun sekali), Sidang Umum Luar Biasa (yang diadakan untuk membahas permasalahan-permasalahan khusus tertentu) dan Sinode-sinode ‘istimewa’ (yang diselenggarakan demi kepentingan Gereja di wilayah/kawasan geografis tertentu).
Sinode XIII Para Uskup Sedunia yang diadakan pada bulan Oktober 2012, dibuka oleh Paus Benediktus XVI. Sinode ini sekaligus menjadi momen untuk memperingati 50 tahun pembukaan Konsili Vatikan II (1962) dan 20 tahun penerbitan Katekismus Gereja Katolik (1992). Dalam keprihatinan atas ‘desertifikasi’ iman atau krisis iman yang melanda zaman ini, tema “Evangelisasi baru untuk untuk penerusan iman kristiani” menjadi pembahasan khusus para Uskup dalam Sinode ini. Menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri pada tanggal 28 Februari 2013, Paus Fransiskus menerbitkan Seruan Apostolik Evangelii Gaudium untuk merangkum dan menyimpulkan karya-karya persiapan dan jalannya perdebatan dalam Sinode Para Uskup ini.
Apa saja yang dibahas dalam Evangelii Gaudium ?
Evangelii Gaudium merupakan visi Paus Fransikus tentang bagaimana hidup sebagai murid Kristus di zaman sekarang ini, yaitu mewartakan Kabar Sukacita Injil. Seruan Apostolik ini mendorong semangat missioner dan pembaharuan diri Gereja. Dalam semangat perutusan sebagai Murid-murid Kristus ini, Evangelisasi tidak dipahami sebagai ‘penaklukan kembali’, ataupun Kristenisasi, atau pula penonjolan identitas kristen, tetapi sebagai upaya untuk menghadirkan sukacita. Hal ini pertama-tama didorong oleh sukacita perjumpaan dengan Yesus Kristus : “Sukacita Injil memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus” (EG 1). Dalam bahasa latin, sukacita (gaudium) dibedakan dengan kegembiraan (laetitia). Jika kegembiraan (laetitia) merupakan luapan rasa senang sebagai akibat dari hal-hal yang berasal dari luar, sukacita (gaudium) adalah luapan rasa senang yang muncul dari dalam diri seseorang.
Bagaimanakah pada murid Kristus menghidupi sukacita
ini ? Paus Fransiskus mengatakan : “Ada umat Kristiani yang hidupnya seperti masa Prapaskah tanpa Paskah…
sedikit demi sedikit kita semua harus membiarkan sukacita iman perlahan-lahan
mulai bangkit sebagai suatu kepercayaan yang tenang tapi teguh, bahkan dalam
kesulitan terbesar.” (EG 6) Menurutnya, hanya berkat perjumpaan, terutama
perjumpaan yang terus-menerus diperbarui, dengan Kasih Allah-lah, kita
dibebaskan dari kesempitan dan keterkungkungan diri (bdk.
EG 8). Sukacita ini juga mengemban tanggung
jawab : dalam diri setiap
murid Kristus, sukacita harus dibagikan (bdk. EG 9). Karena itu, setiap murid Kristus adalah seorang Murid Misioner, artinya ia diutus untuk melaksanakan perintah Sang Guru untuk mewartakan Kabar Sukacita. Hal ini menggemakan apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus :
“Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan injil!” (1Kor 9:16).
Semua
orang yang telah dibaptis, tanpa kecuali dan tanpa membeda-bedakan tingkatan,
dipanggil untuk mewartakan Injil dan bertumbuh sebagai pewarta Injil. Kekurangan
dan keterbatasan diri tidak menjadi penghalang bagi para murid Kristus untuk membagikan
Sukacita Injil : “Ketidaksempurnaan kita tidak boleh menjadi dalih;
sebaliknya, perutusan adalah dorongan terus-menerus untuk tidak tetap
terperosok ke dalam mediokrisi tetapi untuk terus berkembang.” (EG 121)
Dalam Seruan Apostolik ini, Paus Fransiskus menyampaikan visi tentang Gereja yang bergerak keluar. Bercermin dari pengalaman iman Abraham, Musa dan Yeremia serta merefleksikan perintah Yesus pada para murid, “Sabda Allah senantiasa menunjukkan pada kita bagaimana Allah menantang mereka yang percaya kepada-Nya ‘untuk bergerak keluar’” (EG 20). Karena itu setiap
umat Kristiani dan setiap komunitas didorong untuk keluar dari
zona nyamannya dan mempunyai
keberanian untuk menjangkau seluruh “periferi” (atau daerah
pinggiran) yang memerlukan
Terang Injil (bdk. EG 20).
Paus Fransiskus juga merefleksikan peran Paroki sebagai
Persekutuan Iman dalam dinamika pewartaan Sukacita Injil : “Paroki adalah komunitas
dari pelbagai komunitas, tempat kudus di mana mereka yang haus datang untuk
minum di tengah-tengah perjalanan mereka, dan sebuah pusat perutusan yang
senantiasa memiliki jangkauan luas.” (EG 28) Karena itu, komunitas-komunitas
basis, gerakan-gerakan, serta berbagai bentuk perkumpulan semestinya senantiasa
menyelaraskan diri dengan gerak paroki dan siap sedia berperan serta dalam
seluruh kegiatan pastoral Gereja. (bdk. EG 29)
Bagi Paus Fransiskus, seperti juga halnya bagi Yohanes Paulus II, misi evangelisatris
Gereja harus mengkomunikasikan pusat iman Kristen, yaitu kerygma. Namun, berbeda
dengan pendahulunya itu, Paus Fransiskus menegaskan bahwa pewartaan ini adalah pewartaan
pertama bukan karena hal itu terjadi pada awal proses evangelisasi, tetapi “dalam
arti kualitatif, karena merupakan pewartaan utama, yang harus
kita dengar lagi dan lagi dengan berbagai cara yang harus kita wartakan dengan
satu atau lain cara melalui proses katekese, di setiap tingkat dan setiap saat”
(EG 164). Bagi Paus Fransiskus, kerygma bersifat Trinitaris dan dinyatakan
dalam kata-kata berikut ini :
“Yesus Kristus mencintaimu; Ia menyerahkan hidup-Nya untuk menyelamatkanmu; dan
sekarang Ia tinggal di sampingmu setiap hari untuk menerangi, menguatkan dan
membebaskanmu” (EG 164).
Dalam pelaksanaan misi evangelisatris ini, sikap-sikap yang harus menjadi bagian dari hidup seorang pewarta
Injil adalah keramah-tamahan, kesiapan untuk berdialog, kesabaran, dan penerimaan
orang dengan hangat tanpa menghakimi (bdk. EG 165). Bagi seorang pewarta Injil,
Sabda Allah adalah pusat hidupnya : “Evangelisasi menuntut keakraban dengan Sabda
Allah” (EG 175). Karena itu, Kitab Suci merupakan sumber utama Evangelisasi. Pewartaan
Sukacita Injil didasarkan pada Sabda Allah, yang didengarkan, direnungkan, dihayati,
dirayakan, dan dijadikan kesaksian : “Gereja tidak mewartakan Injil
apabila ia tidak terus menerus membiarkan dirinya diberi warta Injil” (EG 174).
Bagaimana aku mau mewartakan
Injil di tengah situasi konkret hidupku ?
Seruan Apostolik Evangelii Gaudium mengundang
kita untuk merefleksikan :
- Apa upayaku untuk senantiasa membangun relasi Pribadi yang intim dan mendalam dengan Yesus?
- Di tengah masyarakat kita yang plural, bagaimana aku melaksanakan Evangelisasi yang “bergerak keluar” dan “menghadirkan sukacita perjumpaan dengan Yesus Kristus”?
Post a Comment