Yohanes Pembaptis: Antara identitas diri, visi hidup, dan misi
Bacaan Injil Adven ke 2 dalam tinjauan Virtue Ethics
Ketika orang
mendengar kata etika, sering kali hal itu dihubungkan dengan persoalan benar
atau salah sebuah tindakan. Namun berbeda dengan virtue ethics (keutamaan
etis). Virtue ethics lebih menyorot sisi manusia si pembuat keputusan dan
subyek dari tindakan, bukan berfokus pada obyek tindakan dan penilaian benar
salahnya.
Karena
menyorot soal subyek, virtue ethics memiliki 3 pertanyaan mendasar dalam hidup
manusia.
1. Identitas diri: "Siapakah saya?"
Persis
pertanyaan inilah yang pertama-tama diajukan pada Yohanes pembaptis, "Siapakah
kamu?" tidak mudah menjawab pertanyaan ini. BIasanya penemuan sebuah identitas
dibarengi dengan proses pembandingan. Orang akan melihat diri setelah ia
membandingkan dengan orang lain. Bahasa yang dipakai berciri negative, "Aku
bukan ini, juga bukan itu". Yohanes berkata, "Aku bukan mesias, aku bukan nabi
yang engkau harapkan".
Perjalanan
penemuan identitas diri seseorang juga demikian bahwa identitas kita bersifat
interpersonal, dan ada dalam sebuah relasi dengan orang lain. Kemampuan
seseorang melihat diri itu tergantung dari relasi-relasi yang dibangunnya
selama ini.
Dalam kajian
identitas sosial, identitas pribadi kita ditemukan dalam peran dan relasi yang
kita buat. Contohnya, " ketika saya tahu identitas saya sebagai imam, dan
dengan siapa saya berelasi paling intent selama ini, maka saya makin paham
peran dan arti diri saya." Atau yang
lain, ketika seorang paham betul tugasnya sebagai seorang guru, dan dengan
siapa dia paling banyak berelasi berdasar peran itu ( baca murid), maka orang
akan menemukan identitasnya sebagai seorang guru".
Yohanes
menemukan identitasnya, "akulah suara-suara yang berseru di padang gurun"
dengan kata lain, "Aku adalah seorang pewarta, saksi, orang yang mengingatkan,
dan berperan sebagai nabi". Bukan nabi
yang di kota, tapi di padang, Nabi yang berjuang di tengah ketandusan dan
keganasan alam. Nabi yang sering tak didengarkan suaranya.
2. "Apa tujuanku?"
Ini
pertanyaan berkaitan dengan visi hidup dan tujuan hidup. Yohanes berkata, "Lapangkanlah
jalan Tuhan!" Tujuan hidupnya adalah menjadi pewarta yang bertugas menyiapkan
jalan Tuhan. Dia sadar betul bahwa bukan orang nomor satu. Dia hanyalah seorang
penyiap jalan bagi orang lain. Dia sadar akan perannya.
Ketika orang
sadar akan identitasnya, orang akan belajar sadar pula akan perannya dalam
kehidupan. Nah, sering terjadi, orang tidak sadar akan identitasnya, sehingga
dia tidak tahu pula peran yang harus diambil dalam kehidupan. Atau, hal yang
bukan dibawah kuasanya, dia rasakan sebagai bagian dari perannya.
Salah satu
hal yang saya pelajari dari para guru di Boston College adalah jawaban
kejujuran ketika mereka tidak bisa menjawab pertanyaan siswa. Atau ketika
pertanyaan siswa itu berbeda dengan
bidang yang tidak dia kuasai, guru itu akan menjawab, "maaf, saya tidak tahu
sungguh jawabannya, itu bukan bidang saya!" sebuah kejujuran yang berdasar pada
kesadaran akan peran dan otoritasnya.
3. "Bagaimana kita mencapai tujuan
itu?"
Yohanes
pembaptis menjawab pertanyaan itu dengan berkata, "Aku membaptis dengan air!"
Aku menyiapkan jalan Tuhan dengan cara membuat orang bertobat dari kedosaan dan
kesalahannya. Aku membawa air ini agar memberi kesegaran baru dan orang siap
menyambut Dia yang tidak mereka kenal.
Ketika orang
sadar akan peran dan dan itentitasnya, orang diajak berfikir bagaimana membuat
visi dan peran kita itu makin jelas dan berdaya guna bagi sesama.
Tiga
pertanyaan mendasar inilah yang bisa kita renungkan selama masa Advent,
sehingga kita bisa menyiapkan diri untuk menyambut Natal.
Have a great
week end
Galih Arga,
School of Theology and Ministry, Boston College
Post a Comment