Apostle to the Apostles
Pendekatan Karakter kisah kebangkitan
Wanita-wanita
itu begitu sedih dan ketakutan mengikuti
Jalan salib Jesus. Hanya diam, dan
berjalan agak menjauh dari jalan salib sang Guru. Sejak awal perjalanan
Yesus di Galilea, Mereka telah mengikutinya, tiga diantaranya adalah Maria
Magdalena, Yohana, serta Sussana.
Ketiganya dengan suka rela mendukung karya Yesus dengan kemampuan
financial yang lebih dari cukup.
Kegetiran
makin terasa terlukis kuat dalam injil Yohanes, “ Sementara itu wanita-wanita
yang mengikutiNya dari Galilea, berdiri agak jauh, dan melihat semuanya itu”
Bahkan ketika Yesus berkata, “Ibu, itu anakmu,” dan kepada Yohanes muridNya,
“Itu Ibumu,” Maria sang Ibu hanya diam membisu.
Dalam banyak pengalaman, menemani orang yang paling dikasihi di saat-saat akhirnya, cukuplah dengan diam. Diam sudah berbicara banyak dalam kehadiran dan kesetiaan para wanita di samping salib Yesus. Ditambah ketakutan yang tak terkira melihat orang banyak yang beringas menyalibkanNya.
Namun, tiga
hari setelah kematianNya, semua berubah total. Suasana diam dan bisu
terpecahkan ketika para wanita itu mendapat penampakan Yesus. Lagi-lagi Maria
Magdalena! Kisah penampakan tak bisa dilepaskan dari satu perempuan ini.
Yesus
langsung berpesan pada para wanita, “Jangan takut, pergilah dan katakanlah
kepada saudara-saudara-Ku, supaya berangkat ke Galilea, di sana mereka akan
melihat Aku.”
Kesetiaan
para perempuan itu terbayarkan. Pesan kebangkitan untuk pertama kalinya
disampaikan pada mereka. Bahkan bapa-bapa Gereja awal menjuluki Maria Magdalena
“Apostle to the Apostles, rasul untuk para Rasul. Sebutan itu dengan kuat mengatakan
betapa krusial peran wanita dalam kisah kebangkitan Yesus.
Yohanes
mengubah peran karakter wanita-wanita, dari diam dan bisu menjadi pewarta; dari
peran pasif “melihat dari jauh” menjadi aktif “melihat dari dekat dan mewartakan”.
Kebangkitan harus diwartakan, tak bisa dibiarkan membisu.
Mengapa
harus di Galilea? Galilea adalah pusat awal pewartaan Yesus dan panggilan para
murid. “Di sana mereka akan melihat aku”, kata melihat mengajak para pengikut
Yesus berfikir ulang dan memutar lagi kisah panggilan, perjalanan, derita dan
salib, serta berpuncak pada kebangkitan. Semua kisah hidup itu mendapat arti
baru dalam terang kebangkitan. Pengalaman yang sama, tapi dilihat dari sisi
yang berbeda, akan menghasilkan makna yang baru!
Salib,
derita, dan kematian bukanlah titik akhir, namun jalan sementara menuju
kemuliaan. Kisah-kisah kebangkitan adalah kisah yang paling indah bercerita
efek dari kebangkitan Kristus dalam pengalaman derita dan kematian manusia.
Dalam homily
saat pemakaman Paus Yohanes Paulus II, Kardinal Ratzinger membacakan buku
terakhir dari Paus Yohanes Paulus II, Memory and Identity. Dia berkata, “ dalam
deritanya untuk kita semua, Kristus memberi makna baru akan penderitaan,
membuka dimensi baru, sebuah era baru: jalan kasih. Jalan derita Kristus membakar dan memusnahkan kejahatan dengan
nyala api kasih, dan melepaskan manusia dari dosa.”
Kata “jangan
takut” menunjuk pada kesadaran bahwa derita, salib, dan krisis hidup pasti akan
terus ada. Namun Yesus yang bangkit memberi kekuatan dengan RohNya agarpara
murid bisa bertahan, menemukan makna baru, serta berjuang mengatasi penderitaan.
Perjalanan kemuridan tak akan pernah
komplit sampai kematian saat orang berhadapan muka ke muka dengan Allah sendiri.
Dalam prosesnya, satu langkah kemuridan adalah menemukan makna baru dari
peristiwa lama lewat terang kebangkitan.
Di saat terang kebangkitan itu ditemukan, hati kita akan berkobar-kobar seperti
para wanita yang berlari mengabari rasul-rasul untuk kembali ke Galilea.
Selamat Paska 2011
Galih Arga Pr
Post a Comment