Kekuatan Kitab Suci dalam hidup kita
Sejak terbitnya Ensiklik Paus Pius XII, Divino Afflantle Spiritu (1943), begitu besarlah berkat dan rahmat yang berlimpah bagi Gereja karena semakin banyak orang Katolik – para uskup, imam, kaum religious dan awam – yang mulai membaca, merenungkan dan berusaha memahami Kitab Suci lebih dari pada di masa-masa sebelumnya. Dalam kontroversi-kontroversi yang melahirkan Reformasi, orang-orang Protestan dianggap hidup berdasarkan sabda, sedangkan orang-orang Katolik memegang teguh sakramen-sakramen. Hal ini tidak menyenangkan karena sabda dan sakramen dianggap tidak mungkin disatukan. Sebagai hasil dari dikotomi ini, orang-orang Protestan mempunyai sistem sakramental yang amat miskin, sedangkan orang-orang Katolik kebanyakan cenderung jatuh pada ritualisme. Perayaan Ekaristi sendiri telah menjadi korban dari kebingungan sejarah ini. Padahal, struktur dasar Perayaan Ekaristi mulai dengan liturgi sabda dan baru kemudian diteruskan dengan liturgi sakramen ekaristi. Struktur dasar Perayaan Ekaristi itu mengingatkan kita bahwa Sabda-lah yang membawa terang, kehidupan dan makna dari sakramen tersebut.
Proses pemahaman sepenuhnya akan sabda Allah tersebut, yang mendapatkan landasannya dalam Gereja Katolik, merupakan proses yang sangat memperkaya dan harus dipertimbangkan oleh semua pemimpin Gereja. Maka sungguh kita harapkan bahwa Sinode yang akan diadakan dengan tema “Sabda Allah dalam Kehidupan dan Perutusan Gereja” bisa menjadi salah satu langkah utama dalam mempromosikan gerakan mencintai Kitab Suci dalam Gereja. Dalam kata-kata pembukanya, Lineamenta (dokumen persiapan) menyatakan : “Sabda Allah adalah jaminan utama yang diberikan Allah, dalam kasihNya yang tak berkesudahan, pada semua orang sepanjang zaman sehingga memampukan mereka untuk menjadi saksi sabdaNya. Sinode ini diharapkan mampu merenungkan dengan penuh rasa hormat misteri sabda ini sebagai karunia Allah yang terbesar, mensyukurinya, merenungkannya dan memaklumkannya pada semua anggota Gereja dan semua orang yang berkehendak baik ” (no 1).
Karena semuanya itu adalah kabar baik, juga pentinglah bahwa dalam setiap jemaat setempat kita mempunyai pecinta Kitab Suci yang sangat rajin yang, mengikuti panggilan Allah, mengambil tanggung jawab agar gerakan ini tetap berlangsung; juga, seperti yang dialami oleh semua manusia, gerakan ini bisa menjadi tersendat-sendat dan bahkan berhenti sama sekali. Kami, Gereja Mumbai, sungguh beruntung karena mempunyai beberapa orang yang semacam itu – yaitu para pecinta Kitab Suci yang sungguh terlatih dan berkualitas – dan beberapa di antara mereka patut disebutkan di sini karena merupakan penulis buku kecil “Sabda Allah sungguh menghidupkan” ini, yaitu Dr. Renu Silvano OCV dan Rm. Fio Mascarenhas SJ, dari Catholic Bible Institute. Keduanya sungguh sangat mumpuni baik dalam bidang Kitab Suci maupun teologi.
Dr. Renu Silvano mendapatkan gelar doktoralnya dalam bidang Teologi Suci dari Pontifical University of Thomas Aquinas (Angelicum), Roma, sedangkan Rm. Fio Mascarenhas dianugerahi gelar doktoral dalam bidang pelayanan oleh Catholic Theological Union, Chicago. Kedua orang itu telah menulis berbagai artikel dan buku. Sebagai tambahan informasi, masing-masing dari mereka juga mempunyai banyak pengalaman dalam hal mengajar dan karya pastoral baik di tingkat lokal maupun nasional. Dan secara khusus, Rm. Fio juga mempunyai banyak pengalaman di tingkat internasional. Di atas semuanya itu, yang membuat mereka menjadi pemicu luar biasa dari usaha tersebut di atas adalah bahwa mereka mempunyai hasrat yang luar biasa agar Kitab Suci makin dikenal dan dicintai oleh semua orang. Hal ini membuat mereka senantiasa mencari cara-cara dan sarana-sarana kreatif dalam penyampaian Sabda bagi semua orang, laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, orang-orang Katolik maupun mereka yang beriman lain. Sungguh patut dipujilah bahwa mereka bisa menulis sebuah buku yang sesederhana buku ini. Dalam buku ini, pemahaman mereka yang amat mendalam akan Kitab Suci disarikan dan dibagikan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh kebanyakan orang. Kesederhanaan dalam pengajaran dan komunikasi merupakan buah tertinggi dari pengetahuan, kebijaksanaan dan kasih. Kita doakan semoga usaha-usaha mereka itu akan dilimpahi berkat oleh Tuhan.
Buku kecil ini mempunyai bahan-bahan yang sangat berguna. Ketiga bab pertamanya meyakinkan kita akan kepentingan dan kekuatan Kitab Suci dalam hidup kita, dan juga mengingatkan kita akan bahaya-bahaya dan kesalahan-kesalahan dalam penafsiran. Kemudian, dipaparkan tiga prinsip utama Gereja dalam penafsiran Kitab Suci. Ada juga sebuah pengantar akan praktek “lectio divina” yang mempunyai kepentingan khusus, seperti juga diberikan dalam sinode Bombay pada tahun 2001, dan juga Mid Term Assembly pada tahun 2006, telah diberi prioritas dalam Keuskupan Agung itu untuk direnungkan. Tahap keempat dari Lectio Divina – yaitu “contemplatio” mengundang kita untuk duduk dengan tenang di hadapan Kitab Suci, sehingga memungkinnya untuk merasuki kedalaman batin dalam kehidupan kita sehari-hari. Hal ini hanya bisa terjadi dalam keheningan. Orang yang mau mendalami Kitab Suci harus belajar untuk meluangkan waktu-waktu hening yang tepat bagi pembelajaran Kitab Suci mereka. Ada juga empat contoh pembelajaran Kitab Suci yang menarik, informatif dan edukatif.
Saya merekomendasikan buku kecil ini sebagai pengantar yang sangat baik bagi pembelajaran Kitab Suci. Dengan demikian, hal itu akan memenuhi harapan para pengarangnya yang ingin memberikan suatu buku sumber untuk mempersiapkan dan mengantar umat beriman dalam mengikuti Sinode yang akan datang ini. Semoga buku kecil ini sungguh membantu kita, seperti dikemukakan dalam pendahuluannya, “… untuk menemukan lagi harta berlimpah yang dianugerahkan Allah pada Gereja.” Semoga buku ini membantu orang-orang Katolik pada umumnya untuk makin jatuh cinta pada Sabda Allah, dan “… mengalami kehidupan baru yang sungguh berarti melalui ‘makanan harian’ yang mereka baca, pelajari dan doakan!”
+ Bosco Penha,
Uskup Auksilier, Keuskupan Agung Bombay
Post a Comment