Kitab Wahyu
Kitab Wahyu merupakan salah satu dari tulisan-tulisan terindah dalam Perjanjian Baru. Tidak ada lagi di tempat lain dalam Kitab Suci di mana kita bisa menemukan gelar-gelar yang sedemikian kaya bagi Kristus : Kunci Daud, Bintang Pagi, Anak Manusia, Raja segala Raja, Tuan segala Tuan, Alpha dan Omega, Singa Yehuda, Yang Kudus, Saksi yang Setia, Amen, dll. Selain itu, gambaran domba juga dikembangkan dengan sangat baik di sini sehingga memberikan pada kita suatu pemahaman akan siapakah Yesus, yaitu “Anak Domba Allah, dibunuh namun tetap hidup.” Dialah yang dikorbankan bagi dosa-dosa kita, namun bangkit dan hidup kembali serta sekarang berada dalam mahkota kemuliaan bersama Allah.
Apakah itu kitab wahyu (The Apocalypse)? Kata Apocalypse (Yunani) berarti “pewahyuan.” Namun apakah yang diwahyukan di sini? Bukannya suatu peristiwa historis tertentu di masa depan, peristiwa ini ataupun peristiwa itu, namun hasil akhir secara umum dari semua sejarah manusia (atau lebih baik, sejarah keselamatan). Maksud dari para penulis ilahi dan manusiawi salah satu kitab dalam Kitab Suci ini adalah untuk meneguhkan orang beriman dalam masa percobaannya saat ini dengan memberikan jaminan pada mereka, dalam bahasa yang sangat simbolik, bahwa Tuhan Yesus yang bangkit adalah sang Pemenang abadi!
Tulisan-tulisan apokaliptik dalam Kitab Suci merupakan suatu jenis sastra yang sangat khusus dan kompleks. Dengan menggunakan teknik sastra penggambaran ajaib, penglihatan-penglihatan, suara-suara dan bilangan-bilangan serta warna-warna simbolik, tulisan-tulisan apokaliptik mau menyampaikan suatu warta akan pengharapan dan kepercayaan : “Jangan kendorkan ibadahmu, tetaplah setia pada Yesus sampai mati, dengan demikian engkau akan mendapatkan ganjaran abadi, dan akan menegakkan Kerajaan Allah di bumi!” Dengan demikian, Kitab Wahyu bisa disebut sebagai “Kidung kemenangan dari Gereja yang dianiaya.”
Sayangnya, beberapa orang Kristen fundamentalis memilih untuk menafsirkan kitab ini dengan sangat harafiah. Hal ini menimbulkan banyak tafsiran yang saling bertentangan satu sama lain, dan jadwal aktual telah disiapkan untuk penghancuran dunia dan kedatangan Kristus yang kedua. Orang Katolik, di sisi lain, dari pada berusaha untuk mengkaitkan ramalan-ramalan dalam Kitab-kitab apokaliptis dengan tanggal-tanggal dan peristiwa-peristiwa historis tertentu, lebih menerima tafsiran para Bapa Gereja perdana, dan lebih berkonsentrasi pada warta rohani dari isi teks tersebut. Contoh simbol-simbol dalam kitab itu adalah “Binatang Buas” yang menunjuk pada Kekaisaran Romawi, “666” adalah simbol dari kaisarnya, Nero, yang sangat kejam (dan juga Domitianus, kaisar terkejam selanjutnya), jumlah “tiga setengah” berarti waktu yang pendek, sedangkan “ribuan tahun” berarti jangka waktu yang sangat lama; “putih” berarti kemenangan dan kesucian, sedangkan warna “hitam” menyimbolkan kematian; dst…
Siapakah yang menulisnya? Penulis kitab ini menyebut dirinya sendiri sebagai seorang nabi dan bukannya seorang rasul; Kedua belas rasul disebut sebagai bagian dari masa lalu karena mereka digambarkan sebagai dasar-dasar tembok kota (21:14); bahasa Yunani yang digunakan dalam kitab Wahyu tidaklah terlalu baik dan bahkan cenderung kasar, jika dibandingkan dengan penggunaan bahasa Yunani dalam Injil Yohanes yang begitu indah. Dengan alasan-alasan itulah, kendati beberapa bapa gereja awal mempercayai bahwa penulis kitab Wahyu adalah Rasul Yohanes, para ahli Kitab Suci masa sekarang menerima pandangan bahwa Kitab Wahyu ditulis oleh seorang “nabi” tak dikenal bernama Yohanes yang hidup pada masa Gereja perdana.
Kapankah kitab ini ditulis? Kitab Wahyu ditulis pada akhir abad pertama (sekitar tahun 95 M) untuk mendukung jemaat Kristiani perdana di Asia Kecil yang sedang menderita penganiayaan hebat dari Kekaisaran Romawi (penganiayaan tersebut makin lama makin hebat), dan untuk meyakinkan para martir akan nilai pengorbanan diri mereka (bab 6 – 19, 20). Kitab ini tidak ditulis untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka yang tertarik dalam hal ramalan akan masa depan di dunia modern kita saat ini!
Isinya: Kitab Wahyu dapat dipelajari dalam tiga bagian : (a) bab 1-5 berisi upacara pelantikan, surat-surat kepada ketujuh gereja, dan penglihatan akan ibadah surgawi; (b) bab 6-19 berisi lima lingkaran penglihatan, masing-masing terdiri dari penderitaan-penderitaan demi Gereja, penghakiman bangsa-bangsa, dan kemenangan Allah: i) ketujuh meterai/empat kuda (bab 6.7), ii) Ketujuh sangkakala/lima malaikat/tiga penderitaan (8-11), iii) berbagai penglihatan (12-14), iv) Ketujuh malapetaka/cawan (15,16), v) pelacur besar/binatang buas (17) dan akhir dari Babylonia/Roma (18, 19); (c) bab 20-22 menggambarkan masa seribu tahun dan pertempuran terakhir, penciptaan baru, dan penutup. (N.B. Kejadian-kejadian yang mengerikan tidak digambarkan untuk meramalkan bahwa kejadian-kejadian itu akan terjadi dengan cara demikian, namun bahwa akan ada penghakiman terakhir, dan dengan demikian memberikan semangat/jaminan kepada jemaat Kristiani yang sedang dianiaya bahwa sang Anak Domba mengetahui semuanya itu, merestuinya, dan kemenanganNya-lah yang akan diganjarkan kepada mereka.
Millenium atau masa seribu tahun (Why 20:1-6) tidak menunjuk pada bilangan 1.000 tahun kalender kita namun pada “masa Gereja” dari sejak kematian Kristus dan kebangkitanNya sampai dengan kedatangannya yang kedua dalam kemuliaan. Ini berarti, menurut St. Agustinus, kemenangan Kerajaan Kristus dalam hati manusia yang telah memasrahkan diri padaNya dalam iman. Kerajaan Kristus yang berisi kasih, damai, keadilan dan keselamatan telah terjadi dan hadir di antara orang-orang yang beriman kepadaNya, melalui rahmat, iman, keanggotaan aktif dalam Gereja, dan kehidupan moral orang Kristen. (Kaum Adven hari ketujuh, Mormon, Saksi-saksi Yehowa, Baptis, dan beberapa kaum Pentekosta berada di antara mereka yang bersikeras bahwa Kristus akan kembali untuk merajai bumi selama seribu tahun lamanya).
Warta Kitab Wahyu : Warta bagi orang-orang Kristen yang sedang menghadapi krisis pada akhir abad pertama masehi merupakan salah satu dukungan penyemangat agar tetap gigih dalam kemuridan Tuhan Yesus yang radikal. Misalnya, dalam 7:1-8, fakta bahwa orang beriman belum dimeteraikan sebelum penderitaan dari enam meterai yang pertama “secara teologis mengandung makna : orang-orang Kristen tidak bisa dipisahkan dari kesengsaraan yang akan dialami oleh seluruh dunia. Hanya saja, mereka akan dilindungi dari kekuatan-kekuatan jahat yang akan membawa mereka menuju kemurtadan” (Rm. George Montague, SM, The Apocalypse, Sercant Books, USA, 1992). Dengan demikian, orang-orang Kristen yang bertahan bahwa akan ada “kegembiraan” yang akan menghindarkan orang-orang Kristen dari bencana kelaparan, pedang, wabah penyakit, dll (yang hanya akan diderita oleh orang-orang jahat), sungguh keliru dalam memahami inti pewartaan kitab ini! Sabda Allah dalam kitab ini justru mau mengatakan bahwa orang beriman akan menderita, dan banyak di antaranya yang justru akan menjadi martir (lihat juga 13:7). Karena itu, mereka akan dimeteraikan, bukan untuk membuat mereka kebal ataupun melepaskan mereka dari penderitaan, namun justru memberi kekuatan kesetiaan kepada mereka. (Hal ini jugalah yang menjadi makna dari seruan terakhir dalam doa Bapa Kami, “Jangan masukkan kami ke dalam cobaam”).
Wartanya bagi orang di masa kini: Bila kita harus berusaha untuk memahami dengan benar apa yang dulu dimaksudkan oleh pengarang kitab Wahyu, maka kitab itu juga harus berbicara pada kita sekarang ini, karena kitab suci mempunyai makna yang abadi. Dari maksud asli pengarang, kita harus mencari maknanya bagi zaman kita sekarang ini, bukan dengan pengalihan secara literal dan semena-mena, namun dengan penuh doa, mendengarkan tuntunan Roh Kudus baik atas teks tersebut maupun atas pengalaman-pengalaman hidup kita saat ini. Ambillah, misalnya, surat-surat kepada ketujuh Gereja (2:1-3:22); Tuhan sendiri bersabda, pertama untuk meyakinkan jemaat Kristiani bahwa ia mengetahui penderitaan dan karya baik mereka, kemudian menuntut mereka atas kegagalan-kegagalan mereka (kecuali Smyrna dan Philadelphia), dan mengundang mereka untuk bertobat, serta akhirnya memberikan janji kemenangan pada orang yang masih kedapatan setia. Sabda Yesus ini juga masih tetap bermakna bagi kita sekarang, dalam situasi kita saat ini! “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya…” (3:20).
Demikian juga, “langit baru dan bumi baru” (Why 21, 22) yang kita nantikan tidaklah perlu kita tafsirkan sebagai penghancuran secara fisik dunia, namun bisa kita lihat sebagai pembaharuan dunia seturut rencana Allah yang sempurna. Apa yang harus dihancurkan bukanlah ciptaan Allah sendiri yang begitu indah ini namun “kekacauan dunia yang disebabkan oleh kedosaan manusia dan struktur-struktur penindasan manusia, karya cipta yang merusak dari zaman permulaan karena pemberontakan manusia terhadap Allah dan kekerasan manusia terhadap sesamanya” (ibid). Semua hal yang telah mengubah dunia ciptaan menjadi menyimpang dari tujuan awal penciptaannya harus dihancurkan, demi penciptaan baru yang akan menjadi pemenuhan Doa Bapa kami kita : “Datanglah Kerajaan-Mu’, yang berarti bahwa kehendak Allah akan terlaksana di atas bumi seperti di dalam surga.
“Kitab Wahyu tidak mengajarkan teologi escapist (: pelarian dari permasalahan konkret). Kitab Wahyu justru dengan sungguh-sungguh mewartakan maksud dan tujuan penciptaan awal. Dalam intervensi Allah terhadap sejarah, ia tidak memandang rencah apa yang telah diciptakanNya” (ibid). Demikian juga yang dinyatakan oleh Konsili Vatikan II : “Maka jelaslah pewartaan kristiani tidak menjauhkan orang-orang dari usaha membangun dunia, pun tidak mendorong mereka untuk mengabaikan kesejahteraan sesama; melainkan justru semakin terikat tugas untuk melaksanakan itu” (GS 34).
Sejak Sang sabda telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita, “dunia ini telah menjadi panggung kedatangan kerajaan Allah”! Kekuatan-kekuatan kebaikan menyingkirkan kekuatan-kekuatan kejahatan dalam suatu kesejahteraan rohani terus menerus. Dalam gambaran apokaliptik, pelacur besar yang menunggang binatang buas dan Naga merupakan simbol-simbol kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik 2000 tahun lalu (yaitu: Kekaisaran Romawi, para gubernur – penguasa dan kaisarnya yang picik, para pedagang dan institusi-institusi perdagangan yang korup, dll). Demikian juga saat ini, ada dosa yang terstruktur, diorganisasikan secara baik dalam sistem dan institusi dunia yang menindas, yang melanggengkan ketidakadilan sosial dan penganiayaan religius. Kitab Wahyu mengatakan kepada kita, seperti dikatakannya pada jemaat Kristen perdana, janganlah kehilangan harapan. Tema utama kitab Wahyu masih tetap bermakna sampai saat ini, yaitu, pewartaan akan kedatangan kembali sang Kristus dengan penuh gilang gemilang untuk menghakimi, dan bahwa orang-orang yang teraniaya dan mengalami penderitaan namun tetap setia akan mengalami kemenangan bersama Kristus.
Post a Comment