Header Ads

Terang Sabda

Distribusi Kepemimpinan Musa

Musa memilih tujuh puluh penatua Israel.

Kisah penetapan kelompok tua-tua bangsa Israel dalam Bil 11 merupakan perluasan kisah permintaan daging dari bangsa Israel (Kel 16) yang dikombinasikan kisah tentang nasihat Yitro pada Musa soal distribusi kepemimpinan bangsa Israel (Kel 18). Dalam perspektif semacam ini, Bil 11 bisa dilihat sebagai berikut : kisah permintaan daging dari bangsa Israel menjadi latar belakang bagi kisah distribusi kepemimpinan. Bangsa Israel yang masih berjalan di padang gurun tidak puas dengan manna yang membosankan. Mereka menginginkan daging. Jawaban Musa atas ‘rengekan’ itu tidak ditujukan pada bangsa Israel namun pada Allah[1]. Musa mengeluh pada Allah : aku tidak sanggup lagi menanggung beban ini! Allah memerintahkan Musa untuk mencari beberapa pembantu dan membagikan bebannya. Musa dipenuhi Roh Allah karena tugasnya[2]. Sekarang, ia akan membagikannya pada para pembantunya : 70 tua-tua Israel (Bil 11:16-17).

11.1  70 tua-tua Israel dan pengatur pasukan
Penyelenggaraan suatu kepemimpinan bangsa umumnya dibantu oleh orang-orang yang kompeten dan terhormat. Mereka ambil bagian dalam pemerintahan dengan fungsi-fungsi tertentu. Institusi yang sama muncul dalam PL. Mereka adalah züqënîm, para tua-tua (Bil 11:16) [3]. Kata itu aslinya berarti usia, namun kemudian menjadi suatu fungsi[4]. Kelompok ini sudah muncul sejak awal kitab Keluaran (Kel 3:16). Namun kemunculan mereka yang paling penting ada dalam bab 18, di mana Musa menerima nasihat dari mertuanya, Yitro (Kel 18:18-22)[5]. Para tua-tua itu menyaksikan pemukulan gunung batu (Kel 17:5-6). Di padang gurun, mereka menyaksikan perayaan perjanjian (Kel 24:1. 9). Mereka memberi keputusan atas kasus-kasus pengadilan ketika Musa sedang berada di gunung (Kel 24:14). Mereka menumpangkan tangan di atas kepala persembahan silih atas dosa ketika seluruh bangsa melakukan dosa dengan tidak sengaja (Im 4:15). Mereka menerima roh di kemah pertemuan (Bil 11:16. 24-25). Sejumlah tua-tua Israel menyaksikan penghukuman Dathan dan Abiram (Bil 16:25). Para tua-tua duduk di gerbang kota (Ul 21:19; Ul 22:15; Ams 31:23) untuk menyelesaikan beberapa kasus seperti perbantahan tentang keperawanan (Ul 22:15); pengesahan hak milik (Ruth 4:9, 11); dan kasus percobaan pembunuhan (Ul 19:12; 21:l dst; Yos 20:4) [6].

Para tua-tua dan pengatur pasukan sering dikombinasikan menjadi suatu lembaga pemerintahan[7]. Selama perjalanan di padang gurun (Bil 11:16), pengatur pasukan menunjuk pada sub jabatan 70 tua-tua Israel. Tuhan memerintahkan agar Musa berbagi beban kepemimpinannya dengan mereka juga (Ul 1:15). Sepanjang masa-masa awal bangsa Israel, kelompok ini nampaknya secara khusus disamakan dengan para tua-tua baik dalam perkara sipil (Ul 31:28) maupun perkara yang berhubungan dengan urusan militer (Ul 20:5 dst; Yos 1:10; Yos 3:2).



11.2 Nasihat Yitro (Kel 18:13-27)
Teks ini, berlawanan dengan teks sebelumnya (Kel 18:1-12), hanya sedikit saja mengacu pada peristiwa keluaran atau pun Allah pembebasan. Tuhan juga tak disebutkan secara eksplisit. Di luar permasalahan sejarah tradisi, teks itu terpusat pada permasalahan yang agak praksis soal prosedur yudisial dan tata sosial bangsa Israel[8]. Narasi itu bisa dibagi ke dalam tiga bagian sesuai dengan ciri khasnya : pernyataan tentang permasalahannya (ay 13-16), intervensi Yitro dengan suatu usulan cara penyelesaian masalah (ay 17-23), dan resolusi Musa (ay 24-27) [9]. Kel 18:13-16 menggambarkan dengan jelas permasalahan yang dihadapi Musa, yaitu bahwa Musa terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Teks memulainya dengan tegas : “Musa duduk sebagai hakim”. Teks menegaskan dan mengandaikan bahwa praktek pengadilan itu merupakan perhatian utama bagi kepemimpinannya sehari-hari. Bagi Musa, perhatian soal keadilan bukan merupakan pragmatisme politis, namun muncul dari karakter dasar Allah sendiri. Musa bertugas untuk menyatakan “petunjuk-petunjuk Allah” dan mengajarkan “ketetapan dan keputusan Allah” (ay 15-16). Musa tidak hanya sekedar menjadi penasihat ataupun hakim, namun menyampaikan dan mengajarkan taurat Allah yang sejati. Dengan pekerjaannya itu, Musa mau menunjukkan bahwa Allah peduli pada permasalahan keadilan sehari-hari yang konkrit.

Yitro segera melihat bahwa Musa mengerjakan suatu hal yang mustahil. Musa tidak bisa menangani semuanya sendirian. Yitro khawatir bahwa Musa akan segera “kelelahan”. Maka, ia mengusulkan agar Musa mendelegasikan sebagian dari fungsi kepemimpinannya itu (Kel 18:17-23). Yitro mengusulkan sebuah sistem yudisial dan tata sosial yang lebih efektif[10]. Usulan itu meliputi (i) perekrutan orang-orang yang cakap, takut akan Allah, benci pada pengejaran suap (ay 21); (ii) pelatihan dan persiapan bagi mereka (ay 20); (iii) sistem pengadilan dan kepemimpinan bagi tiap tingkat unit sosial (ay 21); (iv) sebuah “pengadilan tinggi” yang bisa dipimpin oleh Musa sendiri (ay 22); dan (v) penegasan bahwa keseluruhan sistem itu mengacu pada fungsi Musa untuk mewakili bangsa Israel di hadapan Allah dan menyampaikan kehendak Allah pada bangsa itu (ay 19, 23).

Musa menerima usulan Yitro dan menerapkannya. Musa mulai mendelegasikan kekuasaannya (Kel 18:24-27). Orang-orang yang diberi delegasi fungsi kepemimpinan Musa itu disebut sebagai ‘para tua-tua dan pengatur pasukan’ (Bil 11:16). Musa tidak perlu lagi mengontrol semua detil administrasi peradilan dan tata sosial bangsa Israel. Tata pengadilan dan delegasi fungsi kepemimpinan Musa mengartikulasikan kembali perjanjian Sinai dan ketetapan-ketetapan resminya bagi sebuah tata masyarakat perjanjian. Dalam tata sosial yang demikian, bangsa Israel mengembangkan lembaga-lembaga yang akan menopang dan menjamin terlaksananya visi eksodus dalam praktik sosial sehari-hari[11]. Tata sosial semacam itu lebih menonjolkan peran Roh dan bukannya sisi kelembagaannya. Sebab, “sebagian dari Roh yang hinggap padamu (Musa) itu akan Kuambil dan Kutaruh atas mereka (para tua-tua), maka mereka bersama-sama dengan engkau akan memikul tanggung jawab atas bangsa itu, jadi tidak usah lagi engkau seorang diri memikulnya” (Bil 11:17).

11.3 Roh Allah dan kualitas kepemimpinan
Sebagai pemimpin bangsa, Musa mempunyai kualitas-kualitas pribadi untuk memenuhi perutusannya[12]. Allah, yang telah mengutus Musa, memberkatinya dengan kualitas tertentu untuk mengemban tugasnya itu. Kualitas ini adalah anugerah Roh Allah. Dan jika para pembantu Musa akan mengambil bagian dalam beban yang dipercayakan padanya, secara logis mereka juga akan menerima bagian dari kualitasnya, Rohnya. Hinggapnya Roh membuat orang-orang ini ‘kepenuhan seperti nabi’. Ungkapan ‘kepenuhan seperti nabi’ menunjuk pada manifestasi ekstatis, orgiastik.

Pengalaman Musa dan 70 tua-tua Israel paralel dengan pengalaman Saul (1Sam 10:5-7)[13]. Samuel mengurapi Saul sebagai raja Israel. Saul menerima kualitas, Roh, yang diperlukan bagi pelaksanaan fungsinya untuk memimpin karena ia telah diurapi oleh Samuel atas nama Allah. Kehadiran Roh dalam diri Saul terwujudnyatakan dalam gerakan-gerakan tarian bersama rombongan para nabi. Tarian yang digambarkan dalam teks itu adalah sejenis tarian dalam suasana trance. Di Israel, tarian macam ini menyatakan kehadiran Roh. Jika bagi rombongan para nabi kehadiran Roh yang terwujudnyatakan dalam tarian trance menyatakan kharisma kenabiannya, bagi Saul hal itu menunjukkan secara eksternal kharisma kepemimpinan yang merupakan anugerah Roh dalam dirinya.

[1] L.A. Schökel – G. Gutiérrez, Moses : His Mission, Biblical Meditations, 43
[2] L.A. Schökel – G. Gutiérrez, Moses : His Mission, Biblical Meditations, 43
[3] L.A. Schökel – G. Gutiérrez, Moses : His Mission, Biblical Meditations, 45
[4] R. Laird Harris, dkk, The Theological Wordbook of the Old Testament, dalam BibleWorks, 2001 (aslinya diterbitkan oleh Moody Press of Chicago, Illinois 1980)
[5] L.A. Schökel – G. Gutiérrez, Moses : His Mission, Biblical Meditations, 45
[6] R. Laird Harris, dkk, The Theological Wordbook of the Old Testament, dalam BibleWorks
[7] R. Laird Harris, dkk, The Theological Wordbook of the Old Testament, dalam BibleWorks
[8] W. Brueggemann, Exodus, I, The New Interpreter’s Bibble, Abingdon Press, Nashville 1994, 827
[9] W. Brueggemann, Exodus, I, 827
[10] W. Brueggemann, Exodus, I, 827-828
[11] W. Brueggemann, Exodus, I, 828-829
[12] L.A. Schökel – G. Gutiérrez, Moses : His Mission, Biblical Meditations, 46
[13] L.A. Schökel – G. Gutiérrez, Moses : His Mission, Biblical Meditations, 46-47

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.