Hari Raya Pentakosta
- "Mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri
- tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah."
-
- Kis 2:1-11
- Mzm 104:1ab,24a,29bc-30,31,34
- 1Kor 12:3b-7,12-13
- Yoh 20:19-23
Latar Belakang Hari Pentekosta
Di kalangan umat Perjanjian Lama, Pentakosta (artinya “hari ke 50”) dirayakan 7 minggu setelah panen gandum (Im 23: 15-21 dan Ul 16: 9-12). Dalam perkembangan selanjutnya, hari “ke 50” ini dihitung mulai dari tanggal 14 Nisan, yaitu hari Paskah Yahudi. Pada hari ke 50 ini kemudian diperingati pula turunnya Taurat kepada Musa. Di kalangan umat Kristen, “hari ke 50” itu dirayakan 7 minggu setelah Kebangkitan Yesus untuk memperingati turunnya Roh Kudus kepada para murid. Jadi, perayaan 7 minggu setelah panen dari dunia Perjanjian Lama itu ditetapkan oleh Perjanjian Baru kepada panenan rohani yang kini mulai melimpah. Kelimpahan panenan rohani berkat Roh yang dijanjikan Tuhan sendiri inilah yang ditampilkan dalam bacaan-bacaan kitab suci di Hari Raya Pentekosta ini. Berikut ini adalah uraiannya seturut masing-masing bacaan.
Kis 2: 1-11
|
Kis 2:1-11 dalam Skema Kisah Para Rasul
Dalam keseluruhan Kisah Para Rasul, perikop Kis 2:1-11 ada dalam bagian yang mengisahkan tentang Kenaikan Tuhan sampai Pemilihan Matias. Dalam rangkaian kisah itu, perikop Kis 2:1-11 berada dalam babak pengisahan situasi Gereja di Yerusalem (Kis 2:1 - 7:60) yang terbagi dalam :
- Adegan 1 : Hari Pentekosta (Kis 2:1-47)
- Adegan 2 : Penyembuhan di Gerbang Bait Allah (Kis 3:1 - 4:22)
- Jeda : Semangat yang mengisi hidup (4:23 - 5:16)
- Adegan 3 : Rasul-rasul dalam suasana pencobaan (Kis 5:17-42)
- Adegan 4 : Martir Kristen yang Pertama (Kis 6:1 - 7:60)
Kisah Pentekosta dan situasi Gereja di Yerusalem
Sama seperti Kenaikan Yesus, kisah turunnya Roh Kudus yang dibuat oleh Lukas adalah suatu kisah yang pasti karena diceritakan dengan keterangan waktu dan tempat tertentu yang digambarkan dalam bentuk yang nyata (empirical terms). Kisah Pentekosta ini sendiri dikisahkan dengan latar belakang Pentekosta dalam tradisi Yahudi yang dimulai dengan Pesta Paskah (Luk 22: 1).
Bila kita cermati, peristiwa Pentekosta ini berkaitan dengan adanya suatu ‘pendengaran’ (ayat 2; “suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, dimana mereka duduk” ) dan suatu ‘penglihatan’ (ayat 3; “tampaklah kepada mreka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing”). Kedua hal tersebut (pendengaran dan penglihatan) sering kali dihubungkan dengan teofani (penampakan Allah) yang acap kali terjadi dalam kisah-kisah dalam Alkitab. Baik angin atau pun api sering dikaitkan dengan penampakan Tuhan sendiri (bdk Kel 19: 16-19; 1 Raja-raja 19: 11-12).
Di samping itu, pemilihan kedua gambaran tersebut amat cocok untuk melukiskan kedatangan Roh Kudus. “Angin” baik dalam tradisi Yahudi dan Romawi sangat dekat dengan gambaran mengenai Roh Kudus. Gambaran api sering kali dihubungkan dengan kerja Roh Kudus tentang penghakiman (Luk 3: 16-17). Metafor mengenai lidah-lidah api (ayat 3) hendak dihubungkan dengan kenyataan mengenai perwujudan kekuatan Ilahi yang memberi inspirasi akan suatu perkataan tertentu (ayat 4).
Pengalaman yang terjadi secara khusus di dalam ‘rumah’ (ayat 2) tiba-tiba menjadi pengalaman publik sehingga keramaian pun tak pelak terjadi karena para rasul berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri (ayat 6). Dalam perikop tersebut, Lukas hendak menaikkan puncak ketegangan dalam kisahnya dengan menggambarkan ‘keramaian’ yang makin bertambah sejak peralihan dari ‘rumah’ ke ‘keramaian’ publik.
Juga orang banyak yang ada di sekitar para murid itu menyaksikan perubahan ini. Roh Kudus itu kekuatan yang memampukan mereka untuk bersaksi. Roh Kudus membuat para murid menjadi dimengerti oleh siapa saja, baik yang sama agamanya maupun yang lain. Tiap orang yang mendengar akan mendapatkan sesuatu. Inilah daya yang dianugerahkan kepada Gereja, ke dalam maupun ke luar. Ke dalam bila memahami apa artinya menjadi pengikut Dia yang telah bangkit dan mulia; Ke luar bila mampu memberi kesaksian cara hidup baru ini kepada orang banyak.
Mzm 104:1ab,24a,29bc-30,31,34
|
1 Kor 12: 3b-7, 12-13
|
Dalam Perikop 1 Kor ini menjadi amat jelas bahwa Roh Allah tidak dapat membuat orang berkata “Terkutuklah Tuhan” tetapi Roh Kudus akan menjadi dasar dari pengakuan orang Kristiani akan Yesus yang adalah Tuhan. Dengan demikian, yang mau dikatakan adalah asal muasal pengakuan orang Kristiani bahwa Yesus adalah Tuhan. Roh Kudus sendirilah yang menginspirasikannya. Hal tersebut hendak ditekankan pada bagian pertama.
Pada ayat 12, Paulus memperkenalkan pemahaman metafor mengenai tubuh. Pemahaman inilah yang mendominasi teks Korintus selanjutnya.
Untuk membantu pemahaman mengenai tubuh ini baiklah kita meelihat pernyataan Paulus dalam 1 Kor 12: 27, “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya”. Jika mau dicermati lebih mendalam, kata tubuh yang digunakan oleh Paulus tersebut hendak menggambarkan kebangkitan Yesus sendiri (Yesus yang bangkit dengan keseluruhan tubuh-Nya). Hal itu hendak mengartikan juga bahwa Gereja itu ada bersama dengan Yesus yang bangkit.
Tubuh pada umumnya digunakan pada zaman dahulu sebagai suatu metafor untuk masyarakat luas (keseluruhan kosmos), sebagai organisme yang beraneka ragam dan bagian-bagiannya saling tergantung antara yang satu dengan yang lain.
Dengan demikian, penggunaan metafor tubuh oleh Paulus mau menyatakan kombinasi antara keberagaman dan kesatuan, banyak anggota tetapi satu tubuh. Kata-kata Baptis yang ada pada ayat 13 mengingatkan umat yang ada di Korintus tentang tradisi dan keberagaman sosial yang ada di masyarakat pada waktu itu tetapi yang terpenting adalah jalan masuk di antara kedua-duanya yaitu pembaptisan (Gal 3: 28).
“Kemunculan pertama Yesus (setelah kebangkitan) kepada para murid yang berkumpul”
Yoh 20:19-23
|
Kisah mengenai penampakan Yesus pada para murid-Nya dalam Yoh 20:19-23 dapat dibagi pada dua kerangka besar :
- * Penampakan kembali mengenai kebangkitan Yesus (ayat 19-
- 20)
- * Penugasan para murid terkait dengan kebangkitan Yesus (ayat
- 21-23)
Bagian-bagian ini mempunyai elemen yang sama dengan Lukas 24: 36-43 :
- * Kedua-duanya terjadi pada hari hari Minggu malam.
- * Yesus memberi salam yang sama kepada para murid-Nya.
- * Di dalam kedua teks tersebut, Yesus menunjukkan luka-luka
- penyaliban-Nya kepada para murid.
Perlu dicermati bahwa kesamaan elemen tersebut tidak menunjukkan adanya suatu sumber yang sama bagi kedua penginjil. Sebab sebagai sebuah kisah yang utuh, kedua kisah tersebut sungguh berbeda. Maka kebanyakan ahli Kitab Suci berpendapat bahwa dalam Yoh 20:19-23, penginjl keempat menggunakan kisah yang didapatnya dari tradisi yang berbeda.
Ayat 19-20
Pentinglah dicatat bahwa dalam ayat-ayat ini, berkumpulnya para murid menggunakan suatu kata dalam bentuk yang umum “para murid” (disciples). Sebutan tersebut tidak menunjuk pada kesebelas murid Yesus (The Twelve minus Yudas). Apa yang mau ditunjuk oleh Yohanes berbeda maksud dengan yang banyak dituliskan dalam Injil Sinoptik (bdk Mat 28:16-20). Injil yang Keempat ini sangat jarang berbicara mengenai kesebelas murid. Nampaknya, berkumpulnya para murid ini (mungkin saja termasuk juga kelompok inti para rasul) seperti suatu pesta makan perpisahan. Berkumpulnya para murid ini hendak menggambarkan mengenai suatu komunitas iman yang pada umumnya banyak dikenal dan bukannya suatu tata kepemimpinan apostolik.
Yohanes 20:19-23 berhubungan dengan kisah sebelumnya mengenai penampakan Yesus kepada Maria Magdalena. Hal itu ditunjukkan dengan jelas pada kata “pada hari itu”. Pada saat itu, suasana yang muncul di antara para murid adalah suasana ketakutan terkait dengan penampakan Yesus. Hal tersebut diindikasikan dengan ketidakpercayaan mereka terhadap laporan cerita dari Maria Magdalena (bdk Luk 24:11). Pintu yang terkunci hendak menghantarkan pembaca kepada ketegangan kisah serta untuk menimbulkan efek yang ‘gaib’ ketika kedatangan Yesus ke dalam rumah. Akan tetapi, hal terpenting yang muncul dalam Injil keempat tersebut adalah kata “mereka takut kepada orang-orang Yahudi”. Ekspresi semacam itu berasal dari konflik yang terjadi sebelumnya antara otoritas Yahudi dengan orang-orang yang percaya kepada Yesus. Suasana-suasana semacam itu hendak menggambarkan keadaan jemaat perdana.
Salam Yesus : “Damai sejahtera bagi kamu” adalah salam yang umum diungkapkan (bdk Rm 1:7; 1 Kor 1:3; 2 Kor 1:3; Gal 1:3) akan tetapi salam yang terucap pada ayat 19 ini mempunyai fungsi tambahan tersendiri. Dengan kata yang diucapkan oleh Yesus tersebut hendak diungkapkan pemenuhan janji Yesus dari pidato perpisahan Yesus (anugerah kedamaian) seperti yang dikisahkan dalam Yoh 14:27, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu”. Damai yang diberikan Yesus tersebut disampaikan kepada komunitas yang banyak mengalami kebencian dan penyiksaan dari dunia (bdk Yoh 15:18-25). Anugerah kedamaian ini diterima oleh para murid yang sedang berada dalam keadaan ketakutan akan orang Yahudi. Salam semacam ini lebih memberi perhatian bagi para murid daripada kecemasan mereka terhadap otoritas Yahudi.
Yesus yang menunjukkan bekas-bekas lukanya (bdk Yoh 19:34) dalam ayat 20 mirip dengan yang dikisahkan dalam Luk 24:38-40 walaupun dalam Yohanes diceritakan secara singkat. Bila kita cermati, penampakan diri Yesus seutuhnya tersebut mencapai pucaknya pada kisah penampakanNya pada Thomas yang tidak percaya. Sama seperti Yesus yang memanggil Maria dengan namanya (Yoh 20:16), Yesus yang menunjukkan badan-Nya sendiri hendak menekankan mengenai keberlanjutan antara kehidupan Yesus di dunia dan Kebangkitan-Nya.
Di dalam Injil Lukas, motivasi dari kisah mengenai Yesus yang menunjukkan tubuh-Nya berbeda dengan Injil Yohanes ini. Dalam Lukas, motivasinya adalah untuk membuktikkan bahwa Yesus bukan sebagai hantu tetapi Yesus yang nyata hadir di depan para murid.
Setelah hal itu terjadi, suasana gembira melingkupi para murid karena mereka telah melihat Yesus. Hal itu sebelumnya sudah diindikasikan dalam Yoh 16:20-22 dimana kesedihan para murid akan hilang ketika mereka bertemu kembali dengan Yesus. Hal ini menunjukkan kepenuhan janji Yesus kepada para murid-Nya.
Ayat 21-23
Yesus mengulangi salam yang sudah Ia berikan. Hal itu bukan sekedar pengulangan dari apa yang terjadi sebelumnya. Pada salam yang pertama, para murid menerima salam tersebut sebagai suatu anugerah kedamaian (pemenuhan janji sebelumnya). Sedangkan pada salam berikutnya, para murid telah menyadari bahwa yang berkata-kata ini adalah Tuhan (terkait dengan Yesus yang menunjukkan luka-luka-Nya dan kebangkitan Yesus).
Ayat 21b menunjukkan pada gema dari doa Yesus dalam Yoh 17:18. Hal ini hendak menunjukkan analogi perutusan para murid di mana para murid diutus seperti Bapa telah mengutus Yesus ke dunia.
Yesus yang menghembusi para murid dengan Roh Kudus (ayat 22) hendak menunjukkan secara jelas hubungannya dengan kata-kata yang terucap pada ayat 21 (“When he had said this…”). Jadi anugerah Roh Kudus tersebut bertujuan untuk memberikan kekuatan kepada para murid terkait dengan tugas perutusan mereka (bdk ayat 21b).
Roh Kudus yang hadir tersebut juga merupakan pemenuhan janji Yesus yang pernah terucap pada Yoh 7:37-39 tentang “Roh yang akan datang setelah Yesus dipermuliakan”.
Yesus yang menghembusi para murid dengan Roh Kudus menunjuk pada gambaran Allah yang memberikan nafas kehidupan kepada manusia pertama (Kej 2:7). Dalam hal ini, Yesus yang menghembusi para murid dengan Roh Kudus menggambarkan sesuatu yang baru yaitu penciptaan yang kedua (second creation). Oleh karena itu Roh Kudus juga menggambarkan suatu hidup baru.
Adegan pengutusan para murid ditutup dengan kata-kata Yesus (ayat 23) mengenai mengampuni dosa dan menetapkan dosa. Ayat ini sangat kompleks untuk ditafsirkan. Jelas bukan hanya mengampuni kesalahan ini atau itu, suatu hal yang lazim dilakukan dalam hidup sehari-hari, melainkan mengampuni penolakan mendasar terhadap kehadiran Yang Ilahi. Itulah yang dimaksud dengan “dosa”. Tidak mengubris Yang Ilahi. Menganggap-Nya sepi. Dalam alam pikiran Yohanes, menutup diri ini ialah sikap khas dunia yang memusuhi Yang Ilahi. Karena itu, dunia tetap dirundung kekuatan yang gelap dan bahkan menjadi tempat daya-daya yang jahat. Dengan demikian, dunia akan lenyap dengan sendirinya karena kini terang sudah datang. Satu-satunya pembebasan dari kuasa gelap ialah menerima terang. Ikut masuk dalam Kerajaan Allah, ke dalam wahana ilahi. Dalam pembicaraan dengan Nikodemus, ditegaskan oleh Yesus bahwa orang hanya mungkin memasukinya bila lahir kembali dari Roh bukan lahir bagi dunia yang menolak kehadiran Yang Ilahi (Yoh 3:5-8)
Mendapat kuasa untuk mengampuni dosa atau menyatakannya tetap ada berarti memikul tanggung jawab untuk menentukan apakah penolakan terhadap Tuhan masih bertahan atau masih sudah mulai lepas. Tanggung jawab ini besar dan berat. Berat karena murid-murid diserahi urusan yang sebetulnya hanya dapat dilakukan oleh Tuhan sendiri, yakni mengampuni dosa.
Atur Pepadang Gusti, L
(diedit oleh Dimas Danang A.W.)
Post a Comment